METODOLOGI SEJARAH Metodologi atau science
of methods adalah ilmu yang membicarakan tentang cara. Dengan demikian
metode sejarah adalah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang
bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah. Dalam metodologi
sejarah, disini diuraikan berbagai jenis penulisan sejarah, unit kajian,
permasalahan, teori, konsep dan sumber sejarah. Metode yang dipakai
dalam penelitian sejarah mencakup empat langkah berikut: 1.Heuristik
Heuristik (heureskein dalam bahasa Yunani) adalah upaya mencari atau
menemukan jejak-jejak sejarah (traces). Jejak sejarah sendiri adalah
apa-apa yang ditinggalkan oleh aktivitas manusia (baik aktivitas
politik, ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya) pada masa lampau yang
menunjukkan bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa yang dimaksud.
Dengan
demikian upaya pencarian jejak-jejak sejarah berkaitan dengan penemuan
bukti-bukti sejarah. Bukti-bukti tersebut selanjutnya dikelompokkan atau
diklasifikasikan sesuai urutan waktu terjadinya peristiwa, kesamaan
cerita, dan jenis sumbernya. Jadi heuristik adalah upaya mencari sumber
atau bukti sejarah yang terkait dengan masalah atau peristiwa tertentu
yang akan ditulis atau diteliti.
2.Kritik sejarah Setelah jejak
(bukti) atau sumber berhasil ditemukan, langkah selanjutnya adalah
menyeleksi dan menguji jejak-jejak tersebut sebagai upaya untuk
menemukan sumber sejarah yang sebenarnya (yang sesuai dengan yang
diperlukan dan merupakan sumber yang asli atau autentik). Inilah yang
dimaksud dengan kritik sejarah. Proses kritik sejarah itu sendiri
meliputi dua hal. Pertama adalah kritik eksternal dan kedua adalah
kritik internal. a.Kritik eksternal Kritik eksternal ditujukan untuk
menjawab beberapa pertanyaan pokok berikut: •Apakah sumber yang telah
kita peroleh tersebut betul-betul sumber yang kita kehendaki. •Apakah
sumber itu sesuai dengan aslinya atau tiruannya •Apakah sumber tersebut
masih utuh atau telah mengalami perubahan. b.Kritik internal Dilakukan
setelah dilakukan kritik eksternal. Kritik internal ditujukan untuk
menjawab pertanyaan: Apakah kesaksian yang diberikan oleh sumber itu
memang dapat dipercaya. Untuk itu yang harus dilakukan adalah
membandingkan kesaksian antar berbagai sumber (cross examination).
3.Interpretasi
fakta Fakta-fakta sejarah yang berhasil dikumpulkan dan telah menjalani
kritik sejarah perlu dihubung-hubungkan dan dikait-kaitkan antara satu
dengan yang lainnya sedemikian rupa sehingga antara fakta yang satu
dengan yang lainnya kelihatan sebagai suatu rangkaian yang masuk akal,
dalam artian menunjukkan kesesuaian satu sama lainnya. Dengan kata lain,
rangkaian fakta itu harus menunjukkan diri sebagai suatu rangkaian
“bermakna” dari kehidupan masa lalu suatu masyarakat atau bangsa. Untuk
tujuan tersebut (mewujudkan suatu rangkaian peristiwa yang bermakna)
sejarawan atau penulis sejarah perlu memiliki kemampuan untuk melakukan
interpretasi terhadap fakta. Dalam tahap inilah salah satu masalah
krusial dalam historiografi muncul. Ini terkait dengan objektivitas dan
subjektivitas sejarawan. Masalah interpretasi berkaitan erat dengan dua
hal ini.
4.Penulisan atau penyusunan cerita sejarah Apabila
ide-ide yang membangun keterkaitan antar fakta sejarah berhasil
dirumuskan, melalui kegiatan interpretasi, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan penulisan atau penyusunan cerita sejarah. Dalam
metodologi sejarah langkah-langkah ini disebut dengan historiografi. B.
PRINSIP SEBAB AKIBAT DALAM PENELITIAN SEJARAH Dalam ilmu sejarah prinsip
sebab akibat ini disebut dengan istilah determinisme atau historicisme.
Prinsip sebab akibat ini menurut Sartono Kartodirjo (1993)
pengertiannya adalah bahwa suatu peristiwa sejarah hendaknya diterangkan
dengan melihat peristiwa sejarah yang mendahuluinya. Dengan kata lain
semua akibat itu berawal dari adanya sebuah atau beberapa sebab yang
sebelumnya terjadi. Sebagai contohnya dapat dikemukakan tentang
peristiwa pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh
Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di rumah kediaman
pribadi Soekarno. Pertanyaan yang bisa muncul diantaranya adalah:
bagaimana naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dirumuskan?
Mengapa naskah proklamasi kemerdekaan itu dibacakan dengan mengambil
tempat di rumah pribadi Soekarno? Dan masih banyak pertanyaan lainnya
yang dapat dikemukakan seputar pembacaan naskah proklamasi itu. Menurut
konsep sebab akibat sejarah bahwa suatu peristiwa sejarah diterangkan
oleh peristiwa sejarah yang mendahuluinya. Dalam hal ini peristiwa
sejarah yang mendahului pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan yang
mengambil tempat di rumah pribadi Ir. Soekarno itu adalah peristiwa yang
terjadi sebelumnya, yaitu perumusan naskah proklamasi yang mengambil
tempat di rumah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Laksamana
Muda Maeda, yang berada di Jl. Imam Bonjol 1 Jakarta. Di rumah Maeda
hadir para anggota PPKI, tokoh-tokoh pemuda seperti Chairul Saleh,
Soekarni, B.M. Diah, Soediro, Sayuti Melik, dan orang-orang Jepang dari
Angkatan Darat, seperti Nishijima, Yoshizumi dan Myoshi. Perumusan
naskah proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh Soekarno, Hatta dan Ahmad
Soebardjo, yang disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah dan Soedirio.
Soekarno menuliskan naskah proklamasi itu pada secarik kertas bergaris.
Setelah mendapat kesepakatan bersama, maka naskah proklamasi tulisan
tangan itu dibawa ke ruang tengah rumah Laksamana Muda Maeda. Naskah
proklamasi itu kemudian diperdebatkan untuk mendapatkan kesempurnaan.
Hal ini terbukti dari adanya tiga coretan, yaitu kata “pemindahan”,
“penyerahan” dan “diusahakan”. Disepakati pula yang meandatangani naskah
proklamasi kemerdekaan itu ialah Soekarno dan Hatta. Pengetikan naskah
proklamasi dilakukan oleh Sayuti Melik atas permintaan Soekarni. Sayuti
Melik yang mengetik naskah proklamasi itu mengadakan tiga perubahan
yaitu kata “tempoh” diganti menjadi “tempo”, sedangkan bagian akhir
“wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “atas nama bangsa
Indonesia”. Cara menulis tanggal diubah sedikit menjadi “Djakarta, hari
17 boelan 8 tahoen 05”. Naskah yang sudah diketik itu kemudian ditanda
tangani oleh Soekarno dan Hatta dengan disaksikan oleh semua yang hadir
di rumah Laksamana Muda Maeda. Pembacaan naskah proklamasi itu
disepakati pula akan dilakukan di rumah pribadi Soekarno di Jl.
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi 56) Jakarta, pada jam 10
WIB. Pemilihan tempat itu dengan maksud atau atas dasar pertimbangan
keamanan dan supaya tidak menyinggung perasaan Saiko Sikikan (Panglima
Angkatan darat ke-16 di Jawa) Jenderal Yuichiro Nagano dan Gunseikan
(Kepala Pemerintahan) Jenderal Yamamoto, sebagai penguasa yang
berkewajiban memelihara status quo di seluruh wilayah yang diduduki
dengan melarang semua kegiatan politik sejak tanggal 16 Agustus 1945 jam
12 siang. C. PRINSIP KRONOLOGI DALAM PENELITIAN SEJARAH Pengertian
kronologi disini mengandung dua maksud, yaitu berdasarkan urutan waktu
dan berdasarkan urutan peristiwa atau kejadian. Dalam melakukan
penelitian sejarah, seorang peneliti harus memperhatikan dua kaidah
tersebut. Hal itu disebabkan karena sifat sejarah sendiri yang
diakronik, yaitu memanjang dalam waktu yang berisikan tentang suatu
peristiwa yang ditulis berdasakan proses terjadinya peristiwa tersebut
dari misalnya tahun tertentu sampai tahun tertentu yang lain, baik
dengan pola sebab akibat maupun akibat sebab. Dengan demikian peristiwa
yang ditulis bersifat runtut.
Metodologi Sejarah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar